Rabu, 24 April 2013

Artikel logika dan perasaan




ANTARA LOGIKA DAN PERASAAN
Terkadang setiap orang tidak pernah menyadari bahwa setiap mereka melakukan sesuatu hal yang mereka inginkan di dalamnya terdapat unsur logika dan perasaan. Dimana keduanya ini saling berkaitan erat, akan tetapi pada kenyataanya dalam kehidupan manusia sering kali logika dan perasaan tidak seiring jalan. Sulit diterka sebenarnya adakalanya logika bisa mengalahkan perasaan begitu pula sebaliknya. Tak jarang pula kedua unsur tersebut dapat memicu sebuah peristiwa yang terkadang tidak banyak orang lain tau kecuali yang mengalaminya. Mungkin anda semua pernah merasakannya hanya saja tidak pernah terbesit di hati anda untuk memikirkan logika dan perasaan anda,  apa lagi disaat anda mengalami sebuah masalah sehingga marah mungkin anda hanya mendahulukan logika saja sehingga tidak ada kesempatan perasaan untuk angkat bicara. Begitu juga sebaliknya di saat anda bersedih di tinggal oleh sang kekasih hati mungkin anda hanya memenangkan perasaan dari pada logika anda,”bagaimana bisa???” mungkin itu pertayaan yang anda lontarkan ketika membaca sebaris kalimat ini. Ya tentu saja begitu, pada faktanya apabila anda berpegang pada logika saat orang yang anda sayangi pergi maka anda akan berfikir positif dengan merelakan dia untuk orang lain dan menghargai keputusan kekasih hati anda untuk meninggalkan anda, bukannya sedih yang berkepanjangan. Ini membuktikan disaat posisi seperti itu anda hanya menggunakan perasaan tanpa menghiraukan logika. Semua ini hanya contoh kecil dari logika dan perasaan yang tidak dapat berjalan bersamaan seandainya saja antara logika dan perasaan dapat selalu berjalan bersama mungkin tidak ada orang galau, marah, sedih dan sebagainya.
Banyak orang mengatakan bahwa pria dan wanita memiliki watak yang berbeda. Seorang pria lebih berpegang pada logika, sedangkan wanita lebih berpegang pada perasaan apakah benar begitu???? Yah, mungkin pernyataan itu benar karena sebagian besar seorang wanita maupun pria wataknya lebih dominan sesuai dengan pernyataan tersebut. Seorang wanita lebih berfikir jangka panjang sehingga dia dapat memikirkan keputusan yang dilakukan hingga ke masa depan, berbeda dengan pria yang selalu berfikir jangka pendek yang berfikir di masa yang sekarang sedang di hadapi saja tanpa memikirkan masa depan. Perbedaan yang cukup mencolok, akan tetapi ini semua bukan hal yang mutlak dan harus dipercaya  karena sesungguhnya antara logika dan perasaan tidak berpacu pada jenis kelamin tetapi pada waktu dan peristiwa. Di saat peristiwa yang membuat hati marah dan kesal mungkin saja logika anda lebih dominan akan tetapi saat sedih perasaan anda yang mulai bermain.
Jadi antara logika dan perasaan tidak dapat di jadikan pegangan mutlak bahwa pria selalu berfikir dengan logika sedangkan wanita selalu berfikir dengan perasaan karena sebenarnya keduanya memiliki keunggulan dan kekurangan. Dimana seharusnya saat perasaan lebih dominan pada diri kita di waktu - waktu tertentu seharusnya logika bisa cepat berorientasi mengikuti suasana diri kita. Begitu pula sebaliknya. Jangan sampai perasaan kita dapat mengalahkan logika seperti halnya bunuh diri karena putus cinta. Lain halnya lagi saat logika bisa mengalahkan perasaan seperti mungkin kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi karena masalah sepele ada seorang ibu yang meminta uang belanja kepada suaminya disaat suami tidak punya uang, tetapi tidak dapat uangnya malah kena pukul suami. Kedua contoh tersebut adalah hal yang tidak diinginkan, tapi mungkin saja contoh akibat dari tidak dapatnya menempatkan diri atas logika dan perasaan. sehingga tindakan kekeliruan seperti ini harus segera diluruskan dengan menempatkan keduanya di tempat yang sesuai.
Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan memiliki jiwa dimana di dalam jiwa ini terdapat perasaan, pikiran, emosi , naluri, watak, dll. Semua ini di hadirkan di dalam diri manusia dengan kebebasan. Tentunya perlu adanya tanggung jawab dari dalam diri masing – masing, akan tetapi manusia masih saja tidak maksimal dalam menggunakanya bahkan tidak bisa memposisikan pikiran serta perasaannya secara optimal. Namun, semua ini sulit ditebak karena sesungguhnya perasaan dan pikiran manusia tergantung pada pemiliknya. Sejauh dan sedekat apa dia pada sang Pencipta yang menciptakan akal dan pikirannya. Tidak jauh menyimpang dari soal agama, manusia diibaratkan sebagai pisau yang bila diasah terus akan semakin menajam dan bila tidak pernah diasah akan menjadi tumpul. Begitu pula dengan manusia semakin jauh dari Tuhan serta tidak pernah diasah hatinya dengan siraman rohani maka cara berprasaan dan pikirannya akan semakin menumpul begitu pula bila semakin dekat pada Tuhan dan diasah hatinya dengan kerohanian maka akan menajam cara berprasaan dan berfikirnya. Setidaknya di saat kita mencoba merubah diri dari cara memandang arti logika dan perasaan maka kita akan merubah hidup ke arah yang lebih baik serta damai yang jauh dari konflik.     

 karya : awandania putry...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar