BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Islam merupakan agama Allah SWT
sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih
baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai
ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata “Politik”. Karena
politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu.
Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif
yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik
sangat dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara
untuk melakukan pendekatan kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai
manusia biasa juga tidak akan pernah mencapai kata beriman dan takwa
disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah tercapai suatu tujuan jika tidak ada
usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan tersebut. Realita
inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat, setidaknya dimulai
dari lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan negara kita.
Islam bukanlah suatu ilmu yang harus
dipertandingnya dengan tulisan atau dengan ceramah belaka tanpa diterapkan
dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam sangat identik dengan sifat,
pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari- hari
untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai
suatu cara tertentu yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat
manusia. Banyak yang beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam suatu
politik, maka agama ini tidak akan murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain,
karena jika agama tidak menggunakan suatu politik atau cara, maka agama
tersebut tidak akan sampai pada tujuannya. Kalaupun pada kenyataannya banyak
yang tidak berhasil, mungkin cara yang digunakan belum sempurna dan perlu
menambahan ilmu.
Untuk itulah saya sangat berharap
kepada pembaca semua, semoga setelah membaca atau membahas makalah ini, kita
semua mampu menjadikan agama islam agama yang kembali sempurna untuk mengubah
akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi-Nya, Amin.
1.2. TUJUAN
1. Mengetahui
definisi dari politik islam.
2. Mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan politik islam.
3. Mengetahui
prinsip-prinsip politik luar negeri di dalam islam.
4. Memahami
kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional.
5. Dapat
membandingkan politik yang terjadi pada saat sekarang dengan politik menurut pandangan Islam.
6. Agar dapat
mengetahui dan memahami tentang politik secara Islam.
7. Dengan
mengetahui pandangan politik secara Islam agar kita lebih dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita serta lebih
mendapatkan posisi yang lebih baik di hadapan AllahSWT.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian dari dari politik islam?
2. Apa
prinsip – prinsip politik luar negeri dalam islam?
3. Apa
saja kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Poltik Islam
Islam bukanlah semata agama (a
religion) namun juga merupakan sistem politik
(a political sistem), Islam lebih dari sekedar
agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam
merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara
secara bersamaan (M.Dhiaduddin Rais, 2001:5).
Nabi Muhammad SAW adalah seorang
politikus yang bijaksana. Di Madinah beliau membangun Negara Islam yang pertama
dan meletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada
waktu yang sama menjadi kepala agama dan kepala Negara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
pengertian politik sebagai kata benda ada tiga, yaitu :
(1) pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem
dan dasar pemerintahan)
(2) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat
dan sebagainya) mengenai
(3) kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau
menangani suatu masalah).
Politik itu identik dengan siasah,
yang secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam fikih, siasah meliputi :
1. Siasah
Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
2. Siasah
Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam lainnya) 3.
Siasah
Maaliyah (Sistem ekonomi negara)
Kedaulatan berarti kekuasaan
tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang
berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah
Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang dalam Al-Quran dan
Sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia
hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan
sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah
Allah yang diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang
amanah haruslah menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.
2.2. Norma Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam
juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-norma ini merupakan
karakteristik pembeda politik Islam dari system poltik lainnya. Diantara
norma-norma itu ialah :
1. Poltik
merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai
tujuan akhir atau satu-satunya.
2. Politik
Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3. Kekuasaan
mutlak adalah milik Allah.
4. Manusia
diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.
5. Pengangkatan
pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6. Ketaatan
kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul .
7. Islam tidak
menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.
2.3. Kedudukan
Politik Dalam Islam
Terdapat tiga pendapat di
kalangan pemikir muslim tentang kedudukan politik dalam syariatislam.
Yaitu :
Pertama, kelompok
yang menyatakan bahwa islamadalah suatu agama yang serbah lengkap didalamnya
terdapat pula antara lainsystem ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir
sebuah istilah yang disebutdengan fikih siasah (system ketatanegaraan
dalam islam) merupakan bagianintegral dari ajaran islam. Lebih
jauhkelompok ini berpendapat bahwa system ketatanegaraan yang harus
diteladaniadalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dan oleh
parakhulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.
Kedua, kelompok
yangberpendirian bahwa islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya
agamatidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi
Muhammadhanyalah seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain bertugas
menyampaikanrisalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk
mendirikan danmemimpin suatu Negara.
Ketiga, menolak
bahwaislam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala
sistemketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana
pandanaganbarat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran
iniberpendirian bahwa dalam islam tidak teredapat sistem ketatanegaraan,
tetapaiterdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali
sebagai rasul, meminjam istilah harun nasution, kepala agama, jugabeliau adalah
kepala negara. Nabi menguasai suatu wilayah yaitu yastrib yangkemudian menjadi
madinah al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligusmanjadi pusat
pemerintahannya dengan piagam madinah sebagai aturan dasarkenegaraannya.
Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala negaradigantikan abu bakar
yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,selanjutnya disebut
khalifah. Sistem pemerintahannya disebut “khalifah”. Sistem“khalifah” ini berlangsung
hingga kepemimpinan berada dibawah kekuasaankhalifah terakhir, ali “karramah
allahu wajhahu”.
2.4. Demokrasi Dalam Islam
Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang
terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung Dalamkonsep khalifah
memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakanganini mengembangkan
teori politik tertentu yang dianggap demokratis. Didalamnyatercakup definisi
khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan padakesamaan derajat,
manusia, dan kewajiban rakyat sebsgai pengemban pemerintahan.
Demokrasi islam dianggap
sebagaisistem yang mengekuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar,
yaitumusyawarah {syura}, persetujuan {ijma’}, dan penilaian interpretative
yangmandiri {ijtihad} .
Musyawarah, konsensus, dan
ijtihadmerupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi
islamdalam kerangka keesaan tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia
sebagaikhalifah-nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak diperdebatkan
maknanya, namunlepas dari ramainya perdebatan maknanya didunia islam,
istilah-istilah inimemberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara
islam dandemokrasi di dunia kontemporer.
2.5. Masyarakat Madani
Masayarakat madani adalah
masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi nilai-nilaikemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karenaitu didalam ilmu
filsafat, sejak filsafat yunani sampai msaa filsafat islamjuga dikenal istilah
madinah atau polis, yang berarti kota yaitu masyarakatyang maju dan
berperadaban. Masyarakat madina menjadi simbol idealisme yangdiharapkan oleh
setiap masyarakat.
Kata madani merupakan
penyifatan terhadap kota madinah, yaitu sifat yang ditunjukanoleh kondisi dan
sisyem kehidupan yang berlaku di kota madinah . kondisi dansistem kehidupan
menjadi popular dan dianggap ideal untuk menggambaraknmasyarakat yang islami,
sekalipun penduduknya terdiri dari berbgai macamkeyakinan. Mereka hidup dengan
rukun, saling membantu, taat hukum, dan menujjukankepercayaan penuh terhadap
kepemimpinannya. aL-qur’an menjadi konstitusi untukmenyelesaikan berbagai
persoalan hidup yang terjadi diantara penduduk madinah.
Perjanjian madinah berisikesepakatan
ketiga unsur masyarakat untuk saling tolong-menolong, menciptakankedamaian,
dalam kehidupan social, menjadikan aL-qur’an sebagai konstitu,menjadikan
rasulullah SAW sebagai pemimpin yang ketaatan penuh terhadapkeputusan-keputusannya,
dan memberikan kebebaan bagi penduduknya untuk memelukagama serta beribadah
sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Masyarakat madani sebagai masyarakat ideal memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a) BerTuhan
b) Damai
c) Tolong-menolong
d) Toleran
e) Keseimbanagn antara hak dan kewajiban social
f) Berperadaban tinggi
g) Berakhlak mulia
2.6. Prinsip – Prinsip Politik Luar Negeri
Dalam Islam (Siasah
Dauliyyah)
Dalam Al-Quran, ditemui beberapa prinsip politik luar
negeri dalam Islam, yaitu :
a. Saling
menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat, lihat QS.8:58, QS.9:4, QS.16:91, QS.17:34.
b. Kehormatan
dan Integrasi Nasional, lihat QS.16:92
c. Keadilan
Universal (Internasional), lihat QS. 5:8.
d. Menjaga perdamaian abadi, lihat
QS.5:61.
e. Menjaga
kenetralan negara-negara lain, lihat QS.4:89,90.
f. Larangan
terhadap eksploitasi para imperialis, lihat QS.6:92.
g. Memberikan
perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di negara. lihat
QS.8:72.
h. Bersahabat
dengan kekuasaan-kekuasaan netral, lihat QS.60:8,9.
i.
Kehormatan dalam hubungan
Internasional, lihat QS.55:60.
j.
Persamaan
keadilan untuk para penyerang, lihat QS.2:195, QS.16:126, dan QS.42:40.
Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam
meliputi antara lain :
1.
Musyawarah.
2.
Pembahasan
Bersama.
3.
Tujuan
bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.
4.
Keputusan
itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi bersama.
5.
Keadilan.
6.
Al-Musaawah
atau persamaan.
7.
Al-hurriyyah
(kemerdekaan)
8. Perlindungan
jiwa raga dan harta masyarakat .
Prioritas
kebijakan luar negeri didasarkan pada nilai-nilai demokrasi modern didirikan di
dunia. Keterkaitan ini memungkinkan kita untuk memastikan dukungan
internasional dalam menyelesaikan prioritas kami. Berasal dari atas, kita
merumuskan misi layanan diplomatik dan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
penting dalam pemenuhan. Mendasar melayani kepentingan nasional dan nilai-nilai
berlabuh di Konsep Keamanan Nasional dan dinyatakan dalam visi presiden yang
mendorong tujuan menyeluruh dari kebijakan luar negeri kita untuk meningkatkan
keamanan dan status internasional Georgia, memastikan Georgia 'tepat dan posisi
terhormat dalam sistem hubungan internasional, dan memajukan kepentingan negara
di dunia yang semakin mengglobal.
Dalam dunia sekarang ini saling bergantung, keamanan nasional dan kemakmuran tidak dapat dicapai dalam isolasi dari seluruh dunia. Untuk keamanan kami untuk menjadi abadi kita perlu mendukung keamanan global; kemerdekaan dan kebebasan kita bergantung pada penghormatan terhadap kedaulatan negara-negara lain di dunia; kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi negara-negara lain dan daerah akan mempengaruhi kesejahteraan warga negara Georgia dan konsolidasi demokrasi di Georgia hanya dapat dicapai melalui penguatan perkembangan demokrasi pada skala global. We will pursue foreign policy that is conscious of these principles and faithful to these beliefs. Kami akan mengejar kebijakan luar negeri yang sadar akan prinsip-prinsip ini dan setia kepada keyakinan ini.
Untuk mencapai visi ini, kebijakan luar negeri Georgia abad ke-21 akan berusaha untuk mewujudkan tindakan internasional yang memajukan kepentingan nasional Georgia Georgia dan warga negara, serta memberikan kontribusi untuk membangun masyarakat dunia yang di dalamnya ada kedamaian dan keamanan abadi, sebuah memperluas demokrasi dan kemakmuran abadi.
Deklarasi dan artikulasi nilai-nilai inti dari Kementerian sangat penting untuk mencapai keunggulan organisasi dan pemenuhan misi dan tujuan kami.
Dalam melaksanakan kebijakan luar negeri, kita beristirahat di atas seperangkat nilai-nilai konstan yang mencerminkan apa Dinas Luar Negeri Georgia dan para karyawan percaya.
Kami mendukung nilai-nilai ini sebagai standar tinggi sehingga para pegawai di Kementerian, misi dan pelayanan konsuler luar negeri harus menjunjung tinggi dan mengamati dalam pekerjaan mereka. We will ensure that higher performance standards are achieved through integration of these values in achieving our priorities and goals as well as in everyday work. Kami akan memastikan bahwa standar kinerja yang lebih tinggi dapat dicapai melalui integrasi nilai-nilai ini dalam mencapai prioritas dan tujuan kita maupun dalam pekerjaan sehari-hari.
Mereka akan membimbing strategi kami untuk rekrutmen, evaluasi, dan pelatihan karyawan kami dan harus diinternalisasi oleh setiap anggota staf Dinas Luar Negeri.
Dalam dunia sekarang ini saling bergantung, keamanan nasional dan kemakmuran tidak dapat dicapai dalam isolasi dari seluruh dunia. Untuk keamanan kami untuk menjadi abadi kita perlu mendukung keamanan global; kemerdekaan dan kebebasan kita bergantung pada penghormatan terhadap kedaulatan negara-negara lain di dunia; kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi negara-negara lain dan daerah akan mempengaruhi kesejahteraan warga negara Georgia dan konsolidasi demokrasi di Georgia hanya dapat dicapai melalui penguatan perkembangan demokrasi pada skala global. We will pursue foreign policy that is conscious of these principles and faithful to these beliefs. Kami akan mengejar kebijakan luar negeri yang sadar akan prinsip-prinsip ini dan setia kepada keyakinan ini.
Untuk mencapai visi ini, kebijakan luar negeri Georgia abad ke-21 akan berusaha untuk mewujudkan tindakan internasional yang memajukan kepentingan nasional Georgia Georgia dan warga negara, serta memberikan kontribusi untuk membangun masyarakat dunia yang di dalamnya ada kedamaian dan keamanan abadi, sebuah memperluas demokrasi dan kemakmuran abadi.
Deklarasi dan artikulasi nilai-nilai inti dari Kementerian sangat penting untuk mencapai keunggulan organisasi dan pemenuhan misi dan tujuan kami.
Dalam melaksanakan kebijakan luar negeri, kita beristirahat di atas seperangkat nilai-nilai konstan yang mencerminkan apa Dinas Luar Negeri Georgia dan para karyawan percaya.
Kami mendukung nilai-nilai ini sebagai standar tinggi sehingga para pegawai di Kementerian, misi dan pelayanan konsuler luar negeri harus menjunjung tinggi dan mengamati dalam pekerjaan mereka. We will ensure that higher performance standards are achieved through integration of these values in achieving our priorities and goals as well as in everyday work. Kami akan memastikan bahwa standar kinerja yang lebih tinggi dapat dicapai melalui integrasi nilai-nilai ini dalam mencapai prioritas dan tujuan kita maupun dalam pekerjaan sehari-hari.
Mereka akan membimbing strategi kami untuk rekrutmen, evaluasi, dan pelatihan karyawan kami dan harus diinternalisasi oleh setiap anggota staf Dinas Luar Negeri.
2.7. Prinsip-prinsip dasar politik Islam
Sistem politik
berdasarkan atas tiga (3) prinsip yaitu :
a) Hakimiyyah
Ilahiyyah
Hakimiyyah
atau memberikan kuasa pengadilandan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak
mutlakAllah.
Dan Dialah
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhakdisembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala
puji di dunia dan di akhirat, danbagi-Nyalah segala penentuan dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian
berikut:
○ Bahawasanya
Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalahTuhan yang menjadi
pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan
tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa.
○ Bahawasanya hak untuk menghakimi
dan meng adili tidak dimiliki olehsesiap kecuali Allah. Bahawasanya
hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukumsebab Dialah
satu-satuNya Pencipta.
○ Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hakmengeluarkan
peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik.
○ Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar
sebabhanya Dia sahaja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di
tanganNyalahsahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus.
Hakimiyyah
Ilahiyyah membawa arti bahwa terasutama kepada sistem politik Islam ialah
tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan Uluhiyyah.
b) Risalah
Risalah bererti
bahawa kerasulan beberapaorang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam
hingga kepada Nabi Muhammads.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem
politik Islam. Melaluilandasan risalah inilah maka para rasul mewakili
kekuasaan tertinggi Allahdalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para
rasul meyampaikan,mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan
dan perbuatan.
Dalam sistem
politik Islam, Allah telahmemerintahkan agar manusia menerima segala perintah
dan larangan Rasulullahs.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada
perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dantidak mengambil selain daripada
Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalamsegala perselisihan yang terjadi di
antara mereka. Firman Allah:
Apa saja harta rampasan (fai-i)
yang diberikanAllah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untukAllah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin
danorang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar
diantara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamumaka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah;
danbertakwalah kepada Allah. SesungguhnyaAllah sangat keras
hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak
beriman hinggamereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudianmereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap
putusan yang kamuberikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.(An-Nisa’:
65)
c) Khalifah
Khilafah bererti perwakilan.
Kedudukan manusia di atas muka bumiini adlah sebagai wakil Allah. Oleh itu,
dengan kekuasaanyang telah diamanahkanini, maka manusia hendaklah melaksanakan
undang-undang Allah dalam batas yangditetapkan. Di atas landasan ini, maka
manusia bukanlah penguasa atau pemiliktetapi hanyalah khalifah atau
wakilAllah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti
(mereka) di mukabumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu
berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi
khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia
menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi
syarat-syarat berikut:
1. Terdiri dari
pada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggng
jawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah.
2.Tidak terdiri
dari pada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang
ditetapkan olehNya.
3. Terdiridaripada
orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kearifanserta
kemampuan intelek dan fizikal.
4.Terdiri daripada
orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab kepadamereka
dengan yakin dan tanpa keraguan.
Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau
politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-Quran dan hadist atau tidak
bertentangan dengan keduanya.
2.8. PRINSIP-PRINSIP
UTAMA SISTEM POLITIK ISLAM
1) Musyawarah
Asas musyawarah yang paling
utamaadldah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang
akanmenjawat tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang
keduaadalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang
yangtelah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah
yangseterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan
perkara-perkarabaru yang timbul di dalangan ummah melalui proses ijtihad.
2) Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan
dengankeadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam.
Dalampelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem
politikIslam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku
dalamkehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di
antaradua pihak yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara
pasangansuami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajipan berlaku
adil danmenjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem
sosial Islam,maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara
asas tersebut.Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai
sosial yang utamakerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam
segala aspeknya.
3) Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara olehsistem
politik Islam ialah kebebasan yang berterskan kepada makruf dankebajikan.
Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenaradalah tujuan terpentingbagi sistem
politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagiundang-undang
perlembagaan negara Islam.
4) Persamaan
Persamaan di sini terdiri
daripadapersamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam
memikultanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh
undang-undangperlembagaan dan persamaan berada di bawah kuatkuasa
undang-undang.
5) Hak menghisab
pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab
pihakpemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip
iniberdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalamhal-hal
yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hakrakyat untuk
disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalammasyarakat untuk
menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalampengertian yang luas,
ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi danmenghisab tindak
tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.
2.8. TUJUAN
POLITIK MENURUT ISLAM
Tujuan sistem politik Islam
adalahuntuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di
atasdasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul
Islam. Dengan adanya pemerintahan yang mendukungsyariat, maka akan
tertegaklah Ad-Dindan berterusanlah segala urusan manusia menurut
tuntutan-tuntutan Ad-Dintersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10
perkara penting sebagai tujuankepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
1) Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telahdisepakati oleh
ulamak salaf daripada kalangan umat Islam.
2) Melaksanakanproses
pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalanganorang-orang
yang berselisih.
3) Menjagakeamanan
daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dandamai.
4) Melaksanakanhukuman-hukuman
yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia.
5) Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataanbagi menghadapi
kemungkinan serangan daripada pihak luar.
6) Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam.
7) Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekahsebagaimana yang
ditetapkan syarak.
8) Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripadaperbendaharaan negara
agar tidak digunakan secara boros atau kikir.
9) Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagimengawal kekayaan negara
dan menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara.
10) Menjalankan pengawalan dan
pemeriksaan yangrapi dalam hal-ehwal awam demi untuk memimpin negara dan
melindungi Ad-Din.
2.9. Syarat Kepemimpinan Politik dalam
Islam
Kepemimpinan politik dalam Islam
harus memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan oleh ajaran agama.
Penjelasan itu terdapat dalam surat An-Nisa’,(4):58-59. Pada ayat itu
disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat kepemimpinan politik dalam Islam
antara lain;
1.
Amanah yaitu
bertanggung jawab dengan tugas dan kewenangan yang diemban
2.
Adil yaitu
mampu menempatkan segala sesuatu secara tepat dan proporsional
3.
Taat kepada
Allah dan Rasul
4.
Menjadikan
quran dan sunnah sebagai referensi utama.
A. Hak Asasi
Manusia dalam Pandangan Islam
1.
Sejarah hak
asasi manusia
Menurut Jan Materson dari Komisi Hak
Asasi Manusia PBB, Hak Asasi Manusia itu adalah hak-hak yang melekat pada
manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Kuasa secara kodrati diberi hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa
perbedaan antara yang satu dengan lainnya. Dengan hak asasi tersebut, manusia
dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangannya bagi kesejahteraan
hidup manusia.
Dilihat dari sejarahnya, (yang
dipelajari orang sekarang) umumnya pakar di Eropa berpendapat, bahwa lahirnya
hak asasi manusia dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215
di Inggris. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi. Dengan
demikian kekuasaan raja mulai dibatasi dan kondisi ini merupakan embrio bagi
lahirnya monarki konstituional yang berintikan kekuasaan raja hanya
sebagi symbol belaka.
Kalau kita jujur kepada sejarah,
sebenarnya hak asasi manusia sudah ada sejak abad ke tujuh, tetapi betul-betul
dipratekkandalam kehidupan. Pada zaman itu dikenal dengan istilah perbudakan.
Dengan lahirnya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, perbudakan
mulai dihapuskan dengan cara memerdekakan mereka dari budak.
Lahirnya magna charta diikuti dengan
lahirnya Bill of Rihgts di Inggris pada tahun 1689. pada saat itu mulai
ada peraturan yang berintikan bahwa manusia sama di muka hokum. Perkembangan
hak asasi selanjutnya ditandai munculnya “The American Declaration of
Independence” yang lahir dari paham Rousseau dan Monterquieu. Selanjutnya
muncul pada tahun 1789 “The French Declaration”, dimana hak-hak asasi
lebih dirinci lahir yang kemudian The Rule of Law.
B.
Perbedaan
prinsip antara konsep HAM dalam pandangan Islam dan Barat
Ada perbedaan prinsip antara hak-hak
asasi manusia dilihat dari sudut pandangan Barat dan Islam. Hak asasi manusia
menurut pandangan Barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala
sesuatu berpusat pada manusia. Sedangkan hak asasi manusia menurut pandangan
Islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada Tuhan.
Prinsip-prinsip hak asasi manusia
yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights dilukiskan
dalam berbagai ayat. Apabila prinsip-prinsip human rights yang terdapat dalam
universal declaration of Human Rights dibandingkan dengan hak-hak asasi manusia
yang terdapat dalam ajaran Islam, maka dalam Al-Quran dan As-Sunnah akan
dijumpai antara lain, prinsip-prinsip human rights :
1) Martabat
manusia.
2) Prinsip
persamaan.
3) Prnsip
kebebasan menyatakan pendapat.
4) Prinsip
kebebasan beragama.
5) Hak atas
jaminan social.
6) Hak atas
harta benda.
2.10 Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan
Nasional
Kekuasaan tanpa landasan moral, cepat atau lambat
dipastikan akan berdampak buruk bagi tatanan hidup berbangsa dan bernegara.
Upaya untuk membangun dan memelihara kebersa¬maan tinggal sekadar retorika,
yang mencuat justru ego ego berkedok kemunafikan. Posisi dalam struktur
pemerintahan, tidak lagi dianggap sebagai amanah buat memperjuangkan nasib
rakyat, melainkan lahan basah untuk memanjakan hasrat priba¬di atau kepentingan
golongan.
Akibatnya, demi menduduki jabatan tertentu, orang tak segan segan menghalalkan segala cara. Seperti mengeksploita¬si massa untuk unjuk kekuatan, political money untuk merek¬rut dukungan, memanipulasi angka perhitungan dalam pemilu, dan lain sebagainya. Bahkan kalau perlu rakyat dijadikan tumbal dalam rekayasa politik. Sehingga lambat laun lahirlah sebuah citra negatif: politik itu kotor!
Mencermati peta perpolitikan di Indonesia, kalau mau jujur, masih jauh dari gambaran menggembirakan. Nilai nilai kemanu¬siaan, etika moral, sering terabaikan. Dan, umat Islam (penyandang predikat khalifah di muka bumi) sangat tidak layak untuk berdiam diri menyaksikan wajah perpolitikan di negeri ini berlangsung corat marut. Harus ada rasa tergugah untuk melakukan perubahan konstruktif.
Munculnya pemikiran reformis dan kreatif dalam penyam¬paian pesan pesan kemanusiaan Islam inilah yang ingin diso¬sialisasikan Ahmad Syafii Maarif, dalam bukunya “Islam & Politik, Upaya Membingkai Peradaban”.
Syafii Maarif, optimis Islam akan mampu memberi corak pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang berwawasan moral. Asalkan Islam dipahami secara benar dan realistis, tidak diragukan lagi akan berpotensi dan berpeluang besar untuk ditawarkan sebagai pilar pilar peradaban alternatif di masa depan. Sumbangsih solusi Islam terhadap masalah masalah kemanusiaan yang semakin lama semakin komplek ini, baru punya makna historis bila umat Islam sendiri dapat tampil sebagai umat yang beriman. Menyikapi tantangan tersebut, hal paling mendasar adalah bahwa umat Islam tidak boleh terpecah belah oleh dua kutub pemikiran: antara ilmu agama dan ilmu sekuler. Dengan bekal perpaduan spritual dan intelektual, maka posisi umat Islam yang semula berada di buritan, dimasa mendatang dihar¬apkan menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bermoral yang diback up kemantapan ontologi.
Kalau mau menelusuri sejauhmana pengaruh Islam terhadap perpolitikan di Indonesia, akar sejarahnya boleh dikata cukup panjang. Sejak abad 13, sebelum para kolonial menceng-keramkan kekuasaannya di Nusantara ini, kita sudah mengenal beberapa kerajaan Islam seperti di Sumatera, Maluku, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTB. Namun yang paling monumental adalah saat perdebatan seputar usul konstitusi Indonesia. Daulah Islamiyah bersaing dengan Asas Pancasila. Format Piagam Jakarta, dengan tujuh kata kuncinya, yakni: dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya, hanya sempat bertahan selama 57 hari. Sebab pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila dite-tapkan sebagai dasar filosofis negara.
Langkah tersebut merupakan kompromi politik demi menja¬ga persatuan dan kesatuan, mengingat bangsa ini sangat plural, meski mereka yang beragama Islam. Dengan bahasa yang lugas, Syafii Maarif, penulis buku ini, menilai penamaan negara tidak terlalu fundamental. Yang penting, dalam kehidupan kolektif cita cita politik Islam dilaksanakan. Wawasan moral tentang kekuasaan itulah yang dimaksud aspirasi Islam. Bagi Islam, apa yang bernama kekuasaan politik haruslah dijadikan “kendaraan” penting untuk menca¬pai tujuan Islam seperti: penegakkan keadilan, kemerdekaan, humanisme egaliter, yang berlandaskan nilai nilai tauhid.
Sayangnya, sejak Orde Lama hingga tumbangnya Orde Baru kelompok kelompok santri yang tergabung dalam Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Nahdhatul Ulama, Al Washliyah, PUI (Persatuan Umat Islam), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), Nahdhatul Wathan, Masyumi dan lain lain telah lumpuh secara politik dan ekonomi, sehingga kurang terlatih untuk menjadi dewasa dalam peolitik nasional.
Di masa Orde Baru yang feodal serta otoritarian, teru¬tama anggota Korpri sekian lama mental mereka terpasung, sehingga tak punya peluang untuk menawarkan pemikiran alternatif. Mereka cenderung menjadi corong pemerintah. Tak heran, kalau dalam beberapa pemilu Golkar selalu tampil sebagai pemenang.
Demikian pula, di era reformasi ini, banyak melahirkan politisi politisi karbitan yang orientasi perjuangannya cuma untuk mengincar kursi jabatan. Mereka begitu gampang berkoar mencaplok slogan “demi kepentingan bangsa dan negara”, padahal tujuan akhir tak lain adalah untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Maka, dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya bagi kita semua untuk berpikir jernih, serius, tidak terombang ambing oleh pernyataan pernyataan politik yang a historis. Karena, semua itu penuh racun yang menghancurkan. Golongan santri tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggir sejarah, turut menari menurut irama genderang yang ditabuh pihak lain. Oleh sebab itu, kita perlu menyiapkan para pemain yang handal, berakhlak mulia, profesional, dan punya integritas pribadi yang tang¬guh dan prima (hal 81).
Dengan begitu, umat Islam di negara ini diharapkan tidak lagi termarginalisasi. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin, sehingga tidak mudah dicap sebagai ekstremis atau sempalan. aliansyah jumbawuya
Akibatnya, demi menduduki jabatan tertentu, orang tak segan segan menghalalkan segala cara. Seperti mengeksploita¬si massa untuk unjuk kekuatan, political money untuk merek¬rut dukungan, memanipulasi angka perhitungan dalam pemilu, dan lain sebagainya. Bahkan kalau perlu rakyat dijadikan tumbal dalam rekayasa politik. Sehingga lambat laun lahirlah sebuah citra negatif: politik itu kotor!
Mencermati peta perpolitikan di Indonesia, kalau mau jujur, masih jauh dari gambaran menggembirakan. Nilai nilai kemanu¬siaan, etika moral, sering terabaikan. Dan, umat Islam (penyandang predikat khalifah di muka bumi) sangat tidak layak untuk berdiam diri menyaksikan wajah perpolitikan di negeri ini berlangsung corat marut. Harus ada rasa tergugah untuk melakukan perubahan konstruktif.
Munculnya pemikiran reformis dan kreatif dalam penyam¬paian pesan pesan kemanusiaan Islam inilah yang ingin diso¬sialisasikan Ahmad Syafii Maarif, dalam bukunya “Islam & Politik, Upaya Membingkai Peradaban”.
Syafii Maarif, optimis Islam akan mampu memberi corak pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang berwawasan moral. Asalkan Islam dipahami secara benar dan realistis, tidak diragukan lagi akan berpotensi dan berpeluang besar untuk ditawarkan sebagai pilar pilar peradaban alternatif di masa depan. Sumbangsih solusi Islam terhadap masalah masalah kemanusiaan yang semakin lama semakin komplek ini, baru punya makna historis bila umat Islam sendiri dapat tampil sebagai umat yang beriman. Menyikapi tantangan tersebut, hal paling mendasar adalah bahwa umat Islam tidak boleh terpecah belah oleh dua kutub pemikiran: antara ilmu agama dan ilmu sekuler. Dengan bekal perpaduan spritual dan intelektual, maka posisi umat Islam yang semula berada di buritan, dimasa mendatang dihar¬apkan menjadi lokomotif dalam membangun masyarakat bermoral yang diback up kemantapan ontologi.
Kalau mau menelusuri sejauhmana pengaruh Islam terhadap perpolitikan di Indonesia, akar sejarahnya boleh dikata cukup panjang. Sejak abad 13, sebelum para kolonial menceng-keramkan kekuasaannya di Nusantara ini, kita sudah mengenal beberapa kerajaan Islam seperti di Sumatera, Maluku, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTB. Namun yang paling monumental adalah saat perdebatan seputar usul konstitusi Indonesia. Daulah Islamiyah bersaing dengan Asas Pancasila. Format Piagam Jakarta, dengan tujuh kata kuncinya, yakni: dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya, hanya sempat bertahan selama 57 hari. Sebab pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila dite-tapkan sebagai dasar filosofis negara.
Langkah tersebut merupakan kompromi politik demi menja¬ga persatuan dan kesatuan, mengingat bangsa ini sangat plural, meski mereka yang beragama Islam. Dengan bahasa yang lugas, Syafii Maarif, penulis buku ini, menilai penamaan negara tidak terlalu fundamental. Yang penting, dalam kehidupan kolektif cita cita politik Islam dilaksanakan. Wawasan moral tentang kekuasaan itulah yang dimaksud aspirasi Islam. Bagi Islam, apa yang bernama kekuasaan politik haruslah dijadikan “kendaraan” penting untuk menca¬pai tujuan Islam seperti: penegakkan keadilan, kemerdekaan, humanisme egaliter, yang berlandaskan nilai nilai tauhid.
Sayangnya, sejak Orde Lama hingga tumbangnya Orde Baru kelompok kelompok santri yang tergabung dalam Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Nahdhatul Ulama, Al Washliyah, PUI (Persatuan Umat Islam), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), Nahdhatul Wathan, Masyumi dan lain lain telah lumpuh secara politik dan ekonomi, sehingga kurang terlatih untuk menjadi dewasa dalam peolitik nasional.
Di masa Orde Baru yang feodal serta otoritarian, teru¬tama anggota Korpri sekian lama mental mereka terpasung, sehingga tak punya peluang untuk menawarkan pemikiran alternatif. Mereka cenderung menjadi corong pemerintah. Tak heran, kalau dalam beberapa pemilu Golkar selalu tampil sebagai pemenang.
Demikian pula, di era reformasi ini, banyak melahirkan politisi politisi karbitan yang orientasi perjuangannya cuma untuk mengincar kursi jabatan. Mereka begitu gampang berkoar mencaplok slogan “demi kepentingan bangsa dan negara”, padahal tujuan akhir tak lain adalah untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Maka, dalam kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya bagi kita semua untuk berpikir jernih, serius, tidak terombang ambing oleh pernyataan pernyataan politik yang a historis. Karena, semua itu penuh racun yang menghancurkan. Golongan santri tidak boleh lagi bermain di wilayah pinggir sejarah, turut menari menurut irama genderang yang ditabuh pihak lain. Oleh sebab itu, kita perlu menyiapkan para pemain yang handal, berakhlak mulia, profesional, dan punya integritas pribadi yang tang¬guh dan prima (hal 81).
Dengan begitu, umat Islam di negara ini diharapkan tidak lagi termarginalisasi. Politik Islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai rahmatan lil alamin, sehingga tidak mudah dicap sebagai ekstremis atau sempalan. aliansyah jumbawuya
Reaksi:
|
Kontribusi agama Islam dalam kehidupan
politik berbangsa dan bernegara ialah :
1)
Politik ialah: Kemahiran
2)
Menghimpun kekuatan
3)
Meningkatkan kwantitas dan kwalitas kekuatan
4)
Mengawasi kekuatan dan
5)
Menggunakan kekuatan, untukmencapai tujuan kekuasaan tertentu didalamnegara
atau institut lainnya.
Kontribusi umat Islam
dalam perpolitikan Nasional sudah dimulai semenjak masa penjajahan
(prakemerdekaan).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia diciptakan Allah
dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-Nya di samping sifat-sifat keutamaan,
kemampuan jasmani dan rohani yang memungkinkan ia melaksanakan fungsinya
sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian, perlu dikemukakan bahwa
dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya.
Karena kelemahanya itu, manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali
dengan bantuan Allah.
Bentuk bantuan Allah itu
terutama berupa agama sebagai pedoman hidup di dunia dalam rangka mencapai
kebahagiaan di akhirat nanti. Dengan bantuan-Nya Allah menunjukkan jalan yang
harus di tempuh manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia
hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya
sebagai makhluk utama yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan dalam
pembangunan kemakmuran di bumi untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah,
menunjukkan jalan dan harapan yakni (1) agar manusia mewujudkan kehidupan yang
sesuai dengan fitrah (sifat asal atau kesucian)nya, (2) mewujudkan kebajikan
atau kebaikan dengan menegakkan hukum, (3) memelihara dan memenuhi hak-hak
masyarakat dan pribadi, dan pada saat yang sama memelihara diri atau
membebaskan diri dari kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan. Untuk itu
di perlukan sebuah system politik sebagain sarana dan wahana (alat untuk
mencapai tujuan) yaitu Politik Islam.
B.
Saran
Islam sebagai agama yang sempurna
dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki peran utama dalam kehidupan politik
sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi kehidupan masyarakat, negara dan
Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan pedoman bagi anggota parlemen
atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam berpolitik. Dan interaksi umat
Islam yang hidup dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan
pengalaman dan tantangan baru menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Berpolitik yang bersih dan sehat akan menambah kepercayaan masyarakat khususnya
di Indonesia bahwa memang Islam mengatur seluruh aspek mulai ekonomi, sosial,
militer, budaya sampai dengan politik.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Tim Dosen
PAI UNP.2006.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan TinggiUmum, hal
148-151
·
M.Dhianddin
Rais.2001.Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani. Hal 4-6
·
Rustam,
Rusyja, Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Andalas Padang. Pendidikan
Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, hal 189-193
·
Nurcholish
Madjid, 1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta:
Paramadina, 1999.
·
Anwar,
Fuadi, dkk. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, Padang :
2008
·
Lopa,
Baharuddin, 1989, Al-Quran dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta
● Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU DARAS.PPA Universitas Bramijaya ; Malang
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
BalasHapusKaos Dakwah Terbaru
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu